Jumat, 05 Agustus 2011

PENYESUAIAN DIRI IBU MENGHADAPI SINDROM SARANG KOSONG

Keibuan selalu berkaitan dengan relasi ibu dengan anaknya sebagai kesatuan fisiologis, psikis dan sosial. Relasi tersebut dimulai sejak anak berada dalam kandungan ibunya dan dilanjutkan dengan proses-proses fisiologis berupa kelahiran, periode menyusui dan memelihara anak. Ketika anak mulai meninggalkan rumah, seorang ibu hams menghadapi masalah penyesuaian kehidupan yang biasa disebut dengan periode sarang kosong. Sindrom sarang kosong ini sangat terasa bagi ibu rumah tangga karena sebagian besar waktu mereka dihabiskan di rumah dan selalu berinteraksi dengan anak-anak. Penyesuaian awal yang hams dilakukan adalah penyesuaian terhadap keluarga yang dalam hal ini berarti pasangan hidup atau suami, dan secara otomatis menyebabkan hams dilakukannya perubahan peran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian diri ibu menghadapi sindrom sarang kosong, faktor apa saja yang mempengaruhinya dan bagaimana dinamikanya.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus deskriptif eksploratoris yang bertujuan untuk memaparkan kenyataan yang sesungguhnya tentang penyesuaian diri ibu menghadapi sindrom sarang kosong sehingga menghasilkan suatu gambaran utuh, menggali lebih dalam aspek¬aspeknya dan menggambarkan dinamikanya. Data diperoleh dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan angket. Data tersebut kemudian dianalisa, baik setiap kasus maupun lintas kasus, dengan menggunakan metode explanation building untuk memperoleh gambaran dan penjelasan secara menyeluruh.

Penelitian ini memaparkan bahwa perubahan peran seorang ibu akan menjadi awal penyesuaian diri menghadapi sindrom sarang kosong. Seorang ibu yang masih memiliki pasangan, cenderung lebih mudah menyesuaikan diri dibandingkan dengan ibu yang sudah tidak memiliki pasangan. Keberadaan pasangan sangat berpengaruh dalam mencapai keseimbangan diri seorang ibu setelah kepergian anak, karena orientasi peran dalam hidup kembali berpusatkan pada pasangan. Selain itu, keberadaan pasangan juga mampu mereduksi kesedihan dan rasa sepi pada diri seorang ibu. Untuk ibu yang sudah tidak didampingi pasangan, cenderung mengorientasikan diri pada kegiatan diluar mmah. Dengan melibatkan diri pada kesibukan dan keramaian di luar mmah, seorang ibu mendapatkan kompensasi atas rasa kehilangannya terhadap anak-anak. Kemudian bersamaan dengan berjalannya waktu sebagai pemicu munculnya kebiasaan, seorang ibu akan keluar dari sindrom sarang kosong.

Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa penyesuaian diri seorang ibu yang mengalami sindrom sarang kosong mempunyai beberapa faktor, yaitu : kemampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain, perkembangan dan kematangan intelektual dan emosi, agama, usia, psikologis, kebahagiaan personal,

keyakinan dan percaya diri, serta produktivitas. Bersamaan dengan itu, diidentifikasi pula dinamika penyesuaian diri ibu yang diawali dengan berubah drastisnya keadaan didalam rumah yang memunculkan kesepian dan kesedihan berlarut-larut sehingga dirasakan sebagai tekanan hidup. Karena itu, perlu mengalihkan diri pada kegiatan-kegiatan tertentu juga pendekatan kepada Tuhan untuk membantu meringankan beban dan menerima keadaan dirinya apa adanya. Sehingga seorang ibu bisa menikmati kehidupan barunya tanpa kehadiran anak¬anak. Berdasarkan hasil penelitian ini juga diperoleh beberapa faktor lain yang mempengaruhi sindrom sarang kosong pada ibu, yaitu : keberadaan dan hubungan dengan pasangan; hubungan dengan anak sebelum, saat dan sesudah terpisah; serta keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar